BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan adalah bagian dari politik oleh karena
pelayanan kesehatan merupakan pelayanan publik yang seyogianya tidak hanya
dijadikan sebagai kendaraan politik para calon atau kandidat kepala daerah.
(Bambra et all, 2005). Sebuah studi yang dilakukan Navarro et all pada tahun
2006 meneguhkan korelasi antara ideologi politik suatu pemerintahan terhadap
derajat kesehatan masyarakatnya, melalui kebijakan-kebijakan yang diambil
pemerintahan tersebut. Konsep kesehatan yang dianut pemerintah kita saat ini,
berbuah pembangunan kesehatan yang berbentuk pelayanan kesehatan individu,
ketimbang layanan kesehatan komunitas yang lebih luas, program-program karitas
yang bersifat reaktif seperti Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) atau
pengobatan gratis dan Jampersal.
Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan
butir b (menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan.
Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang
berkualitas dan berdaya saing.
Indikator peningkatan derajat kesehatan antara lain
adalah meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu, angka
kematian bayi dan balita, serta angka kesakitan (morbiditas). Boleh jadi
indikator ini terus menampakkan grafik membaik. Transparansi tidak hanya
menyangkut masalah keuangan, namun transparansi dalam informasi atas pelayanan
publik Sebagai contoh, data mengenai jumlah penderita gizi buruk, jumlah penduduk
miskin, rasio jumlah penduduk dengan jumlah sarana kesehatan dan prosedur
pelayanan dasar maupun rujukan hendaknya diberikan pada publik secara
transparan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian komunitas
Para ahli
mendefinisikan komunitas dari berbagai sudut pandang sebagai berikut :
a.
WHO, 1974 : komunitas sebagai
kelompok sosial yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan
dan minat yang sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antar
anggota masyarakat yang satu dan yang lainnya.
b.
Spradley (1985) mendefinisikan
komunitas : sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman penting
dalam hidupnya.
c.
Koentjaraningrat (1990)
mendefinisikan komunitas adalah : sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang
menempati suatu wilayah nyata dan yang berinteraksi menurut suatu system adat
istiadat serta terikat oleh suatu rasa identitas suatu komunitas.
d.
Sounders (1991) mendefinisikan
komunitas: sebagai tempat atau kumpulan orang-orang atau system sosial.
Sedangkan
definisi keperawatan komunitas menurut beberapa pandangan:
a.
American Nurses Assocation (1973) :
suatu sintesa dari praktek keperawatan dan praktek kesehatan masyarakat yang
diterapkan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan penduduk.
b.
WHO (1974) : mencakup perawatan kesehatan
keluarga dan juga meliputi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas,
membantu masyarakat mengidentifikasi masalah kesehatan sendiri serta
memecahkan masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada
mereka sebelum mereka meminta bantuan pada orang lain.
c.
Ruth B. Freeman (1981) keperawatan
komunitas adalah kesatuan yang unik dari praktek keperawatan dan kesehatan
masyarakat yang ditujukan pada pengembangan dan peningkatan kemampuan kesehatan
baik diri sendiri sebagai perorangan maupun secara kolektif sebagai keluarga,
kelompok khusus atau masyarakat dan pelayanan tersebut mencakup spectrum
pelayanan kesehatan untuk masyarakat.
d.
Departemen kesehatan R.I (1986) :
keperawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya pelayanan keperawatan yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh
perawat dengan mengikutsertakan tim kesehatan lainnya dan masyarakat untuk memperoleh tingkat kesehatan yang lebuh tinggi dari
individu, keluarga dan masyarakat.
2.2 Pengertian politik
dan hukum dalam pelayanan kesehatan
A.
Politik
Politik
berasal dari bahasa Belanda politiek dan bahasa Inggris politics, yang
masing-masing bersumber dari bahasa Yunani (politika - yang berhubungan dengan
negara) dengan akar katanya (polites - warga negara) dan (polis - negara kota).
Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warganegara, politeia
yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti
pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Dalam bahasa
Indonesia, Secara umum politik mempunyai dua arti, yaitu politik dalam
arti kepentingan umum (politics) dan politik dalam arti kebijakan (policy).
Politik dalam arti politics adalah rangkaian asas/prinsip, keadaan, jalan, cara
atau alat yang akan digunakan untuk mencapai tujuan. Sedangkan politik dalam
arti policy adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat menjamin
terlaksananya usaha untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita yang
dikehendaki.
Dengan
demikian, politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber
daya.
B. Hukum
HUKUM
KESEHATAN (UU RI NO.23/1992) adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut
menyangkut hak dan kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan
masyarakat) Maupun
dari penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dalam segala aspeknya,
organisasinya, sarana, standar pelayanan medikdan
lain-lain.
C. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah
sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. definisi pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo
adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif( peningkatan kesehatan ), menurut
Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atupun masyarakat. Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah
dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak
macamnya.
2.3 Politik dan hukum pelayanan kesehatan
Politik dan
hukum kesehatan merupakan upaya pembangunan masyarakat dalam bidang kesehatan.
Bambra et al (2005) dan fahmi umar (2008) mengemukakan mengapa kesehatan itu
adalah politik, karena dalam bidang kesehatan adanya disparitas derajat
kesehatan masyarakat, dimana sebagian menikmati kesehatan sebagian tidak. Oleh
sebab itu, untuk memenuhi equity atau keadilan harus diperjuangkan.
Kesehatan
adalah bagian dari politik dan hukum karena derajat kesehatan atau masalah
kesehatan ditentukan oleh kebijakan yang dapat diarahkan atau mengikuti
kehendak (amenable) terhadap intervensi kebijakan politik dan hukum . Kesehatan
bagian dari politik dan hukum karena
kesehatan adalah hak asasi manusia. Semua pelayanan yang diberikan dapat dipertanggung
jawabkan dan di tanggung gugatkan.
2.4 Masalah
politik dan hukum dalam pelayanan kesehatan
Politik dan hukum kesehatan merupakan upaya
pembangunan masyarakat dalam bidang kesehatan. Masalah politik dan hukum dalam kesehatan adalah sesuatu yang harus
diselesaikan atau dipecahkan dalam upaya pembangunan di bidang kesehatan. Saat
ini, apa yang dipikirkan oleh ahli kesehatan masyarakat sangat berbeda dengan
apa yang dipikirkan oleh para pemimpin politik dalam melihat pembangunan.
Para ahli
kesehatan masyarakat selalu memandang kesehatan adalah utama dan satu satunya
cara dalam mencapai kesejahteraan, kesehatan ibu dan anak adalah prioritas,
ketimpangan kaya dan miskin adalah sumber masalah kesehatan. kebijakan dan
politik kesehatan harus berbasis bukti dan pendekatan pencegahan penyakit
adalah yang utama. Sayangnya para pemimpin politik, tidak memandang sama dalam
melihat persoalan pembangunan kesehatan, keputusan-keputusan politik lebih
didasari kepada hasil survey popularitas dan prioritas pembangunan lebih kepada
yang terlihat cepat di mata konstituen. perbedaan masalah ini berakar dari para
ahli kesehatan masyarakat yang enggan untuk memahami masalah politik
pembangunan, terutama pembangunan dalam bidang kesehatan. Sehingga tidak dapat
dipungkiri bahwa masalah kesehatan adalah masalah politik.
Masalah
kesehatan bukan lagi hanya berkaitan erat dengan tehnis medis, tetapi sudah
lebih jauh memasuki area-area yang bersifat social, ekonomi dan politik karena
masalah kesehatan merupakan masalah politik maka untuk memecahkannya diperlukan
komitmen politik. Namun, untuk memecahkan masalah tersebut ternyata tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Disini aktor politik kesehatan belum mampu
meyakinkan bahwa kesehatan adalah investasi, sector produktif dan bukan sector
konsumtif. Praktisi kesehatan juga belum mampu memperlihatkan secara jelas di
dalam mempengaruhi para pemegang kebijakan tentang manfaat investasi bidang
kesehatan yang dapatmenunjang pembangunan bangsa.
Tidak ada
batasan yang jelas siapa aktor politik kesehatan yang sesungguhnya, namun dapat
dikatakan bahwa aktor politik kesehatan adalah orang, lembaga atau profesi yang
berjuang untuk mewujudkan rakyat yang sehatdan sejahtera. Akan tetapi karena
masalah politik adalah masalah kesehatan, maka tentu saja tidak perlu semua
aktor politik adalah orang kesehatan atau orang dengan latar belakang kesehatan
akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana para aktor politik mempunyai
wawasan kesehatan.
2.5 Pengaruh
Hubungan Politik dan hukum pelayanan kesehatan
Pada umumnya
dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan
keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem
politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan
skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau
alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa
berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan
(power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina
kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika
perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya
merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.
Dalam
beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik
politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya.
Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan
perseorangan (individu).
Politik
Kesehatan adalah Ilmu dan seni untuk memperjuangkan derajat kesehatan
masyarakat dalam satu wilayah melalui sebuah sistem ketatanegaraan yang dianut
dalam sebuah wilayah atau negara untuk menciptakan masyarakat dan lingkungan
sehat secara keseluruhan. Untuk meraih tujuan tersebut diperlukan kekuasaan.
Dengan kekuasaan yang dimiliki, maka akan melahirkan kebijakan yang pro rakyat
untuk menjamin derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Kebijakan pemerintah dapat
terwujud dalam
dua bentuk :
1.
Peraturan pemerintah dalam bidang
kesehatan meliputi undang-undang, peraturan presiden, keputusan menteri,
peraturan daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, dan peraturan
lainnya.
2.
Kebijakan pemerintah dalam bentuk
program adalah segala aktifitas pemerintah baik yang terencana maupun yang
insidentil dan semuanya bermuara pada peningkatan kesehatan masyarakat, menjaga
lingkungan dan masyarakat agar tetap sehat dan sejahtera, baik fisik, jiwa,
maupun sosial.
Oleh karena itu, untuk menciptakan kesehatan
masyarakat yang prima maka dibutuhkan berbagai peraturan yang menjadi pedoman
bagi petugas kesehatan dan masyarakat luas, sehingga suasana dan lingkungan
sehat selalu tercipta. Di samping itu pemerintah harus membuat program yang
dapat menjadi stimulus bagi anggota masyarakat untuk menciptakan lingkungan dan
masyarakat sehat, baik jasmani, rohanio, rohani, sosial serta memampukan
masyarakat hidup produktif secara sosial ekonomi.
Kebijakan kesehatan yang juga berhubungan dengan peningkatan
kesejahteraan penduduk adalah dengan menambah personel kesehatan baik yang
terlibat dalam upaya preventif maupun dalam tindakan kuratif. Tujuan kebijakan
ini agar pelayanan kesehatan tidak hanya dinikmati oleh golongan tertentu,
namun juga bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat yang membutuhkan
pelayanan ini.
Salah satu intervensi keperawatan
komunitas di Indonesia yang belum banyak digali adalah kemampuan perawat
spesialis komunitas dalam membangun jejaring kemitraan di masyarakat. Padahal,
membina hubungan dan bekerja sama dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan
salah satu pendekatan yang memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan
program pengembangan kesehatan masyarakat (Kahan & Goodstadt, 2001). Pada
bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat spesialis komunitas memiliki
tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina kemitraan dengan anggota
masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa kemitraan merupakan tujuan utama
dalam konsep masyarakat sebagai sebuah sumber daya yang perlu dioptimalkan
(community-as-resource), dimana perawat spesialis komunitas harus memiliki
ketrampilan memahami dan bekerja bersama anggota masyarakat dalam menciptakan
perubahan di masyarakat.
2.6 Kebijakan Pemerintah Dalam
Bidang Kesehatan
I. Dasar Hukum
1. SKep Men Kes RI
No 99a/Men.Kes /SK/III/1982 Tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional
2. TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
3. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat tahun 2010
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
2. TAP MPR RI VII tahun 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan
3. Undang-undang No 23 Tahun 1992 tentang pokok-pokok kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom
5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 574/ Men.Kes. `/SK/IV/2000 tentang Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat tahun 2010
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI. No 1277/Men. Kes/SK/X/2001 tentang Susunan organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan
II. Memutuskan
Menetapkan :
1. Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sistem Kesehatan Nasional
2. Sistem Kesehatan Nasional Dimaksud dalam dictum dimaksud agar digunakan sebagai
Pedoman semua pihak dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan di Indonesia
3 . keputusan ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan diadakan
perubahan sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
ditetapkan 10 Februari 2004 ( Jakarta/ MenKes RI).
Menetapkan :
1. Keputusan Menteri Kesehatan tentang Sistem Kesehatan Nasional
2. Sistem Kesehatan Nasional Dimaksud dalam dictum dimaksud agar digunakan sebagai
Pedoman semua pihak dalam penyelenggaran pembangunan kesehatan di Indonesia
3 . keputusan ini berlaku mulai pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan akan diadakan
perubahan sebagaimana mestinya apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
ditetapkan 10 Februari 2004 ( Jakarta/ MenKes RI).
2.7. Pembangunan Berwawasan Kesehatan
1. Promotif
• Meningkatkan pengetahuan
• Menjaga stamina tubuh
• Menu seimbang
1. Promotif
• Meningkatkan pengetahuan
• Menjaga stamina tubuh
• Menu seimbang
2. Preventif
• Imunisasi
• Hygiene
• Lingkungan
• Amdal
• Taat lalu lintas
• Keselamatan kerja
3. Kuratif
• Pengobatan
• Rehabilitasi
2.8. JAMPERSAL
Menteri Kesehat an akhirnya mengeluarkan petunjuk teknis
(juknis) mengenai jaminan persalinan (jampersal). Juknis ini tertuang dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 631/Menkes/per/ iii/2011
Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Diterbitkannya Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan ini untuk
digunakan sebagai acuan penyelenggaraan program Jaminan Persalinan. Petunjuk
Teknis ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas).
Petunjuk Teknis ini telah disusun bersama-sama secara
lintas sektor dan lintas program serta masukan dari ikatan profesi dan
pelaksana program di daerah. “Kepada semua pihak yang memberikan kontribusinya
saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga petunjuk teknis ini
bermanfaat dalam mendukung upaya kita untuk mewujudkan masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan.
Sebagaimana diketahui, dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan jampersal.
Sebagaimana diketahui, dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan jampersal.
Dari beberapa pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
nasional serta MDGs, pihaknya menghadapi berbagai hal yang multi kompleks
seperti masalah budaya, pendidikan masyarakat, pengetahuan, lingkungan,
kecukupan fasilitas kesehatan,sumberdaya manusia dan lainnya.
Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) merupakan tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan target MDGs
lainnya
Oleh karena itu, upaya penurunan AKI tidak dapat lagi dilakukan dengan intervensi biasa, diperlukan upaya-upaya terobosan serta peningkatan kerjasama lintas sektor untuk mengejar ketertinggalan penurunan AKI agar dapat mencapai target MDGs.
Salah satu faktor yang penting adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.
Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemerikasaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.
Oleh karena itu, upaya penurunan AKI tidak dapat lagi dilakukan dengan intervensi biasa, diperlukan upaya-upaya terobosan serta peningkatan kerjasama lintas sektor untuk mengejar ketertinggalan penurunan AKI agar dapat mencapai target MDGs.
Salah satu faktor yang penting adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan.
Jaminan Persalinan ini diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan, pemerikasaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.
2.9. JAMKESMAS
Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) adalah program
pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin yang sebelumnya disebut Asuransi
Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin).
Program yang dimulai pada tahun 2008 ini dilanjutkan pada
tahun 2009 karena (menurut pemerintah) terbukti meningkatkan akses rakyat
miskin terhadap layanan kesehatan gratis. Program itu nantinya terintegrasi
atau menjadi bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional yang bertujuan memberi
perlindungan sosial dan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat. Jika Sistem
Jaminan Sosial Nasional(SJSN) efektif diterapkan di Indonesia, program
Jamkesmas akan disesuaikan dengan sistem itu. Salah satunya, pengaturan
proporsi iuran pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan pemeliharaan
kesehatan rakyat miskin.
2.10. BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial)
Semua penduduk Indonesia WAJIB
menjadi peserta Jaminan kesehatanyang dikelola BPJS Kesehatan. Artinya mereka
tidak boleh tidak menjadi peserta BPJS Kesehatan meskipun sudah memiliki
Jaminan kesehatanlain., orang asing yang bekerja minimal 6 bulan di Indonesia
dan telah membayar iuran Peserta BPJS Kesehatan.
A. Peserta PBI Jaminan Kesehatan
1. Fakir
miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya
dibayar pemerintah sebagai peserta Jaminan Kesehatan yang diatur melalui
peraturan pemerintah
2. Orang yang cacat total tetap dan tidak mampu cacat
fisik/mental sehingga seseorang tidak mampu melakukan pekerjaan, yang
penetapnnya dilakukakn oleh dokter
B. Manfaat jaminan
kesehatan, terdiri atas :
1.
Manfaat medis; tidak terikat dengan
besaran iuran
2.
Manfaat non medis, meliputi: Manfaat
akomodasi (dibedakan berdasarkan skala besaran iuran) dan Manfaat ambulans,
hanya diberikan ungtuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan BPJS Kesh.
3.
Manfaat pelayanan promotif dan
preventif, meliputi: Penyuluhan kesehatan perorangan (minimal Penyuluhan
tentang pengelolaan faktor resiko. Risiko penyakit dan PHBS); Imunisasi dasar
(meliputi BCG, DPT-HB, Polio, Campak); Keluarga Berencana (konseling,
kontrasepsi dasar, vasektomi, tubektomi bekerjasama dengan lembaga KB); Skrining
kesehatan (mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan
Strategi kesehatan di Indonesia:
a. Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
b. Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
c. Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
d. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
a. Mewujudkan komitmen pembangunan kesehatan
b. Meningkatkan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
c. Membina sistem kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
d. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
Dr. Wasis Budiarto, MS menyatakan perubahan paradigma
sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan konsekuensi terhadap pergeseran
orientasi pelayanan dari kuratif-rehabilitatif menjadi preventif-promotif,
pendekatan fisik organik menjadi pendekatan paradigma sehat yang holistik
dengan pendekatan masyarakat, pasif-reaktif dan individual centered menjadi
proaktif dan community centered. Lebih lanjut dikemukakan, perubahan paradigma
pelayanan kesehatan juga berdampak pada terjadinya pergeseran orientasi
pembiayaan dan anggaran kesehatan. Semula berorientasi pada pembiayaan out of
pocket ke sistem prabayar dan asuransi. Terlihat bahwa sistem kesehatan
sekarang ini merupakan sistem yang terintegrasi antara pelayanan, pembiayaan,
jaminan mutu (quality assurance) dan pengendalian biaya (cost containment).
2.11. GRAND STRATEGI DEPKES
1. Meningkatkan system survey, monitoring dan informasi kesehatan
2. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
3. Meningkatkan pembiayaan kesehatan
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
1. Meningkatkan system survey, monitoring dan informasi kesehatan
2. Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
3. Meningkatkan pembiayaan kesehatan
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
a.Menggerakan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup
sehat
1. Seluruh desa menjadi desa siaga
2. Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
3. Seluruh keluarga sadar gizi
1. Seluruh desa menjadi desa siaga
2. Seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
3. Seluruh keluarga sadar gizi
b.Meningkatkan akses Masy rakat terhadap pelayan an
kesehatan
1. Setiap orang miskin mendapat yan kes yang bermutu
2. Setiap bayi,anak,bumil,dan kelompok masy resti terlindungi dari penyakit
3. Di setiap desa tersedia SDM yang kompeten
4. Di setiap desa cukup tersedia obat essensial dan ala kesehatan dasar
5. Setiap puskesmas dapat menjangkau wil kerjanya
6. Yan kes disetiap tempat memenuhi standar mutu
1. Setiap orang miskin mendapat yan kes yang bermutu
2. Setiap bayi,anak,bumil,dan kelompok masy resti terlindungi dari penyakit
3. Di setiap desa tersedia SDM yang kompeten
4. Di setiap desa cukup tersedia obat essensial dan ala kesehatan dasar
5. Setiap puskesmas dapat menjangkau wil kerjanya
6. Yan kes disetiap tempat memenuhi standar mutu
c.Meningkatkan sistem Survey, monitoring Informasi
kesehatan
1. Setiap KLB harus dilaporkan secara tepat
2. Setiap insiden penyakit harus masuk pada RR
3. Semua sediaan farmasi, makanan & perbekalan kesehatan memenuhi syarat kesehatan
4. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai standart
5. Berfungsinya sistem informasi kesehatan yang on line di seluruh Indonesia
1. Setiap KLB harus dilaporkan secara tepat
2. Setiap insiden penyakit harus masuk pada RR
3. Semua sediaan farmasi, makanan & perbekalan kesehatan memenuhi syarat kesehatan
4. Terkendalinya pencemaran lingkungan sesuai standart
5. Berfungsinya sistem informasi kesehatan yang on line di seluruh Indonesia
d.Menigkatkan pembiayaan kesehatan
1. Pembangunan kesehatan hrs memperoleh preoritas pemerintah Pusat dan Daerah
2. Anggaran kesehatan dipreoritaskan untuk promotif dan preventif
3. Terciptanya JPKM terutama bagi rakyat miskin
1. Pembangunan kesehatan hrs memperoleh preoritas pemerintah Pusat dan Daerah
2. Anggaran kesehatan dipreoritaskan untuk promotif dan preventif
3. Terciptanya JPKM terutama bagi rakyat miskin
UU No 32-33 2004 yaitu
tentang :
1. Regulasi Nasional
2. Regulaso Provinsi
3. Regulasi Daerah
Yang membahas tengtang fungsi puskesmas yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang bermutu, perilaku hidup sehat, dan lingkungan sehat.
Fungsi puskesmas :
1. Pusat kesehatan berwawasan kesehatan
2. Pusat pemberdayaan keluarga
3. Pusat pelayanan kesehatan setara yaitu : Yankesmas dan yankes perorangan
1. Regulasi Nasional
2. Regulaso Provinsi
3. Regulasi Daerah
Yang membahas tengtang fungsi puskesmas yang bertujuan untuk memberikan pelayanan yang bermutu, perilaku hidup sehat, dan lingkungan sehat.
Fungsi puskesmas :
1. Pusat kesehatan berwawasan kesehatan
2. Pusat pemberdayaan keluarga
3. Pusat pelayanan kesehatan setara yaitu : Yankesmas dan yankes perorangan
2.12. Trend KeperawatanKomunitasdanImplikasinya di Indonesia
Tren keperawatan komunitas adalah sesuatu yang sedang booming, actual, dan
sedang hangat diperbincangkan dalam ruang lingkup keperawatan komunitas.
Tren dalam
pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah peserta didik keperawatan
yang menerima pendidikan keperawatan bagi peserta didik di tingkat DIII
Keperawatan, S1 Keperawatan/Kesehatan Masyarakat sampai dengan tingkat S2
Keperawatan/Kesehatan. Tren praktek keperawatan meliputi berkembangnya berbagai
tempat praktik sehingga perawat memiliki kemandirian yang lebih besar. Perawat
secara terus menerus meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai anggota
dari tim asuhan keperawatan. Aktifitas dari organisasi keperawatan professional
menggambarkan tren dalam pendidikan dan praktek keperawatan. Tren lain yang
sedang dibicarakan adalah:
1.
Pengaruh politik terhadap
keperawatan professional
Keterlibatan
perawat dalam politik terbatas, walaupun secara individu ada beberapa nama
seperti : F.Nightingale, Lilian Wald, Margaret Sanger dan Lavinia Dock telah
mempengaruhi dalm pembuatan keputusan di berbagai bidang seperti : masalah
sanitasi, pemenuhan kebutuhan nutrisi, masalah KB, perawat kurang dihargai sebagai
kelompok (Hall-Long, 1995 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006). Perawat dahulu
merasa tidak nyaman dengan politik karena mayoritas perawat adalah wanita dan
politik merupakan dominasi laki-laki. Keterlibatan perawat dalam politik
mendapatkan perhatian yang lebih besar dalam kurikulum keperawatan, organisasi
professionalan tempat perawatn kesehatan.(Stanhope dan Talbott, 1985, Mason,
1990 dalam Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006). Keterlibatan perawat dalam politik
mendapat perhatian yang lebih besar dalam kurikulum keperawatan, organisasi
professional dan tempat perawatan kesehatan (Stanhope dan Belcher, 1993 dalam
Wahit Iqbal Mubarak dkk, 2006).
2.
Pengaruh perawat dalam peraturan dan
praktik keperawatan
Aktifitas
dan komitmen politik merupakan bagian dari profesionalisme dan politik
merupakan aspek yang penting dalam memberikan perawatan kesehatan(Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006). Walaupun perawat
telah mencegah terjadinya pelanggaran pada aturan profesi, keperawatan di masa
mendatang menuntut perawat baik secara individu maupun kelompok untuk
mendapatkan lebih banyak lagi pengaruh pada kebijakan asuhan kesehatan yang
mempengaruhi praktik keperawatan(Perry & Potter, 2005 dalam Wahit Iqbal
Mubarak dkk, 2006).
2.13.
Undang-
Undang Praktik Keperawatan
secara
singkat beberapa undang- undang yang ada di indonesia yang berkaitan peraktik
keperawatan.
(1) UU No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
(2) UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.
(3)Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
(4) Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantungkepada pangkat/golongan atasannya.
(5) UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU (6) Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (Jahmono, 1993).
(1) UU No. 6 tahun 1963 tentan Tenaga Kesehatan. UU ini merupakan penjabaran dari UU No. 9 tahun 1960. Undang- undang ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana meliputi dokter, apoteker, dan dokter gigi. Tenaga perawat termasuk tenaga yang bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah. UU ini boleh dikatan sudah usang, karena dalam UU ini juga tercantum berbagai jenis tenaga sarjan keperawatan seperti sekarang ini.
(2) UU Kesehatan No. 18 tahun 1964 mengatur tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat (3) dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah, dan rendah wajib menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun. Dalam UU ini, lagi- lagi posisi perawat dinyatakan sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter.
(3)Dalam SK Menkes No. 262/Per/Vll/1979 tahun 1979 yan membedakan paramedis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan (termasuk bidan) dan paramdis non keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat di sini bahwa tenaga bidan tidak terpisah tetapi juga termasuk katagori keperawatan (Soekanto & Herkutanto, 1987; Sciortino, 1991).
(4) Dalam Permenkes No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, pemerintah membuat suatu peryataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawatan dan bidan.Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 94/Menpan/1986, tangal 4 nopenber 1986 menjelaskan jabatan fungsional tenaga keperawatan dan system kredit poin. Sistem ini menguntungan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantungkepada pangkat/golongan atasannya.
(5) UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 merupakan UU yang banyak memberi kesempatan bagi perkembangan keperawatan termasuk praktik keperawatan profesional, kerena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak- hak pasien, kewenagan, maupun perlindungan hokum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa peryataan UU (6) Kesehatan No. 23 tahun 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah: 1) Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak- hak pasien ditetepkan dengan peraturan pemerintah. 2) Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelengarakan atau melaksakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenagannya; Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan (Jahmono, 1993).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009 bagian Pembukaan
butir b (menimbang); disebutkan bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia
Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan.
Hal ini menunjukkan pentingnya pembangunan kesehatan dalam bentuk peningkatan
derajat kesehatan masyarakat untuk mempersiapkan manusia Indonesia yang
berkualitas dan berdaya saing.
Kebijakan kesehatan yang juga berhubungan dengan
peningkatan kesejahteraan penduduk adalah dengan menambah personel kesehatan
baik yang terlibat dalam upaya preventif maupun dalam tindakan kuratif. Tujuan
kebijakan ini agar pelayanan kesehatan tidak hanya dinikmati oleh golongan
tertentu, namun juga bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat yang
membutuhkan pelayanan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mubarak, W. I, Santoso, B. A, Rozikoi, K, Patonah, S.
(2006). Ilmu keperawatan komunitas 2. Jakarta : Sagung Seto.
Mubarak, W. I . (2005) Pengantar keperawatan komunitas
1. Jakarta : Sagung Seto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar