Sabtu, 27 September 2014

58 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN)

58 Langkah Asuhan Persalinan Normal (APN) 2008

Asuhan Persalinan Normal
Sumber gambar: medindia.net
58 langkah asuhan persalinan normal diambil dari penuntun belajar APN yang terdapat pada panduan pelatihan klinik APN "Asuhan Esensial, Pencegahan dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan dan Bayi Baru Lahir" yang diterbitkan oleh Jaringan Nasional Pelatihan Klinik - Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR), Departemen Kesehatan RI, 2008.

58 langkah APN terdiri dari:

I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua [1]
II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan [2] [3] [4] [5] [6]
III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik [7] [8] [9] [10]
IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran [11] [13] [14]
V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi [15] [16] [17] [18]
VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi
     Lahirnya kepala [19] [20] [21]
     Lahirnya bahu [22]
     Lahirnya badan dan tungkai [23] [24]
VII. Penanganan Bayi Baru Lahir [25] [26] [27] [28] [29] [30] [31] [32] [33]
VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga [34] [35] [36]
     Mengeluarkan plasenta [37] [38]
     Rangsangan taktil (masase) uterus [39]
IX. Menilai Perdarahan [40] [41]
X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan [42] [43] [44] [45]
     Evaluasi [46] [47] [48] [49] [50]
     Kebersihan dan keamanan [51] [52] [53] [54] [] [56] [57]
     Dokumentasi [58]


I. Mengenali Gejala dan Tanda Kala Dua

Langkah 1

Dengarkan, lihat dan periksa gejala dan tanda Kala Dua
  • Ibu merasakan dorongan kuat dan meneran
  • Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
  • Perineum tampak menonjol
  • Vulva dan sfinger ani membuka.

II. Menyiapkan Pertolongan Persalinan

Langkah 2

Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia: tempat tidur datar dan keras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi
  • Gelarlah kain di atas perut ibu, tempat resusitasi dan ganjal bahu bayi
  • Siapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set.

Langkah 3

Kenakan atau pakai celemek plastik.

Langkah 4

Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.

Langkah 5

Pakai sarung tangan DTT untuk melakukan pemeriksaan dalam.

Langkah 6

Masukkan oksitosin ke dalam tabung suntik (Gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril. Pastikan tidak terkontaminasi pada alat suntik).

III. Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik

Langkah 7

Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT
  • Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
  • Buang kapas atau pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia
  • Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% – Langkah 9)

Langkah 8

Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
  • Bila selaput ketuban dalam belum pecah dan pembukaan sudah lengkap maka lakukan amniotomi.

Langkah 9

Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangah setelah sarung tangan dilepaskan.

Langkah 10

Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/ saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/ menit)
  • Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
  • Dokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
     

IV. Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran

Langkah 11

Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya
  • Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan sesuai temuan yang ada
  • Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.

Langkah 12

Pinta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran (Bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).

Langkah 13

Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasakan ada dorongan kuat untuk meneran:
  • Bimbing  ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
  • Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
  • Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
  • Anjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi
  • Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu
  • Berika cukup asupan cairan per-oral (minum)
  • Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
  • Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).

Langkah 14

Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

V. Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi

Langkah 15

Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.

Langkah 16

Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu

Langkah 17

Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan

Langkah 18

Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan

VI. Persiapan Pertolongan Kelahiran Bayi



Lahirnya kepala

Langkah 19

Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernapas cepat dan dangkal.

Langkah 20

Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi
  • Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi
  • Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara klem tersebut.

Langkah 21

Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.



Lahirnya bahu

Langkah 22

Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.



Lahirnya badan dan tungkai

Langkah 23

Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.

Langkah 24

Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

VII. Penanganan Bayi Baru Lahir

Langkah 25

Lakukan penilaian (selintas):
  • Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernapas tanpa kesulitan?
  • Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak bernapas atau megap-megap segera lakukan tindakan resusitasi (Langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksi).

Langkah 26

Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu
  • Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya (tanpa membersihkan verniks) kecuali bagian tangan
  • Ganti handuk basah dengan handuk kering
  • Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas perut ibu.

Langkah 27

Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).

Langkah 28

Beritahukan pada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi baik).

Langkah 29

Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).

Langkah 30

Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.

Langkah 31

Pemotongan dan pengikatan tali pusat
  • Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) di antara 2 klem tersebut
  • Ikat tali pusat dengan benang DTT/ steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan benang dengan simpul kunci
  • Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.

Langkah 32

Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

Langkah 33

Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.

VIII. Penatalaksanaan Aktif Kala Tiga

Langkah 34

Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm dari vulva.

Langkah 35

Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.

Langkah 36

Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang – atas (dorso-kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.
  • Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu.

Mengeluarkan plasenta

Langkah 37

Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial)
  • Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
  • Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
    1. Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
    2. Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
    3. Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
    4. Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
    5. Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir
    6. Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.

Langkah 38

Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
  • Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.


Rangsangan taktil (masase) uterus

Langkah 39

Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras)
  • Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.
     

IX. Menilai Perdarahan

Langkah 40

Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkah plasenta ke dalam kantung plastik atau tempat khusus.

Langkah 41

Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.

X. Melakukan Asuhan Pasca Persalinan

Langkah 42

Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.

Langkah 43

Beri cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu – bayi (di dada ibu paling sedikit 1 jam)
  • Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara
  • Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.

Langkah 44

Lakukan penimbangan/ pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah satu jam kontak kulit ibu – bayi.

Langkah 45

Berikan suntikan imunisasi Hepatitis B (setelah satu jam pemberian Vitamin K1) di paha kanan anterolateral.
  • Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan
  • Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.


Evaluasi

Langkah 46

Lanjutkan permantauan kontraksi dan mencegah perdarahan per vaginam
  • 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
  • Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
  • Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
  • Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.

Langkah 47

Ajarkan ibu/ keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.

Langkah 48

Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangann darah.

Langkah 49

Periksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama 2 jam pertama persalinan
  • Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan
  • Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.

Langkah 50

Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernapas dengan baik (40-60 kali/ menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,5).



Kebersihan dan keamanan

Langkah 51

Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.

Langkah 52

Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

Langkah 53

Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

Langkah 54

Pastikan ibu merasa nyaman, Bantu ibu memerikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

Langkah 55

Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

Langkah 56

Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

Langkah 57

Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tissue atau handuk yang kering dan bersih.



Dokumentasi

Langkah 58

Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala IV.

MAKALAH SISTEM REPRODUKSI PRIA


MAKALAH SISTEM REPRODUKSI PRIA



SISTEM REPRODUKSI PRIA




MAKALAH


UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Bahasa Indonesia Keilmuan







Oleh:


M. Tarmizi Taher


120210039






  




STIKES BANTEN


S1 KEPERAWATAN NERS





27 SEPTEMBER 2014




Dartar Isi
BAB I PENDAHUUAN
Latar belakang.....................................................................................................................1
Rumusan Masalah...............................................................................................................2
Tujuan..................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Sistem dan Kelenjar Reproduksi Pria............................................................................3
Organ reproduksi dalam.................................................................................................3
Organ rerpoduksi dalam.................................................................................................4
Kelenjar kelamin pria.....................................................................................................6
Spermatogenesis.............................................................................................................7
B.     Hormon Reproduksi Pria...............................................................................................9
Penentuan Jenis Kelamin Anak Hasil Fertilisasi..........................................................11
C.     Kesehatan Reproduksi Pria.........................................................................................13
Andologi Klinik..........................................................................................................13
Andropause pada pria..................................................................................................14
Penyakit pada organ reproduksi pria...........................................................................16
Pencegahan untuk mencegah penyakit pada reproduksi pria......................................18
BAB III PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................................19
Saran..................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20



BAB I


PENDAHULUAN


Latar Belakang


Salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak, atau melakukan reproduksi. Reproduksi melibatkan suatu sistem dalam tubuh, yaitu sistem reproduksi. Sistem reproduksi melibatkan organ reproduksi. Tujuan utama makhluk hidup melakukan reproduksi adalah untuk melestarikan jenisnya agar tidak punah. Apa yang akan terjadi dengan manusia misalnya, jika tidak bisa melakukan reproduksi? Tentu lama kelamaan manusia akan punah.


Kemampuan reproduksi tergantung pada hubungan antara hypothalamus, hipofisis bagian anterior, organ reproduksi, dan sel target hormon. Proses biologis dasar termasuk perilaku seksual dipengaruhi oleh faktor emosi dan sosiokultural masyarakat. Di sini, yang akan difokuskan adalah fungsi dasar seksual sistem reproduksi di bawah kontrol syaraf dan hormon.


Sistem reproduksi meliputi kelenjar (gonad) dan saluran reproduksi. Organ reproduksi primer atau gonad terdiri dari sepasang testes pada pria dan sepasang ovarium pada wanita. Gonad yang matang berfungsi menghasilkan gamet (gametogenesis) dan menghasilkan hormon seks, khususnya testosteron pada pria dan estrogen & progesteron pada wanita. Setelah gamet diproduksi oleh gonad, ia akan melalui saluran reproduksi (sistem duktus). Pada wanita juga terdapat payudara yang termasuk organ pelengkap reproduksi. Bagian eksternal sistem reproduksi sering juga disebut genitalia eksternal.


Seiring perkembangan teknologi dan zaman, reproduksi juga merupakan objek utama untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai contoh, manusia mengembangkan teknologi reproduksi berupa bayi tabung untuk mengatasi masalah pasangan suami istri yang tidak memiliki anak dan juga inseminasi buatan pada hewan untuk memperoleh keturunan hewan yang diinginkan. Selain perkembangan teknologi, kita juga sering mendengar atau membaca informasi mengenai berbagai penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi. Berbagai penyakit sistem reproduksi ini tentunya harus kita cegah agar manusia tetap dapat memperoleh keturunan. Satu hal yang penting bagi generasi muda adalah menjaga kesehatan reproduksi agar tidak terkena penyakit pada sistem reproduksi.





Rumusan Masalah


a.       Bagaimana sistem dan kelenjar pada reproduksi pria?


b.      Apa saja hormon yang mempengaruhi reproduksi pria?


c.       Apa saja gangguan penyakit yang bisa menyerang reproduksi pria?


d.      Bagaimana pencegahan penyakit yang menyerang sistem reproduksi pria?


 Tujuan


Makalah ini dimaksudkan untuk membahas segala tentang reproduksi pria, baik konsep reproduksi, alat reproduksi, hormon reproduksi, penyakit reproduksi dan cara penyembuhannya.






BAB II


PEMBAHASAN


A.                Sistem dan Kelenjar Reproduksi Pria


Organ reproduksi luar


1.    Penis (zakar)


Penis terdiri dari:


·      akar (menempel pada didnding perut)


·      badan (merupakan bagian tengah dari penis)


·      glans penis (ujung penis yang berbentuk seperti kerucut).


Lubang uretra (saluran tempat keluarnya semen dan air kemih) terdapat di umung glans penis. Dasar gland penis disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan (preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis.


Badan penis terdiri dari 3 rongga silindris (sinus) jaringan erektil:


·      2 rongga yang berukuran lebih besar disebut korpus kavernosus, terletak bersebelahan.


·      rongga yang ketiga disebut korpus spongiosum, mengelilingi uretra. Jika rongga tersebut terisi darah, maka penis menjadi lebih besar, kaku dan tegak (mengalami ereksi).


 Penis pria berbentuk batang dan merupakan organ untuk senggama bagi pria yang berfungsi untuk menyalurkan cairan mani (semen) yang  mengandung  sel-sel spermatozoa ke dalam  vagina wanita. Penis  terdiri atas jaringan  otot. Jaringan otot, jaringan spons yang lembut, pembuluh darah dan jaringan saraf. Penis  digantung  dibagian tengahnya oleh ligamen suspensorium penis ke arah  simpis pubis  dan pangkalnya  disebut  bulbopenis melekat  otot-otot  serta ligamen yang menghubungkannya  dengan otot pantat  di dekat  anus. Penis  yang berada  diluar tubuh, pada  bagian luarnya  melekat  kulit  yang elastis, hanya  bagian ujung  penis  (gland penis ). Kulit ini  tidak melekat  dan ujungnya  berlubang. Sehingga bisa dilipat  ke belakang. Selubung  ini di sebut  Preputium. Rangsang seksual  akan menimbulkan  impuls saraf  parasimfatis yang efeknya  akan melebarkan ( dilatasi) arteri  penis  dan  pada saat  yang sama  akan  mengecilkan  (kontriksi) vena  penis. Akibatnya akan terjadi  pengisian  jaringan  erektil  yang berada  di antara  ke dua pembuluh  darah tersebut  dengan aliran  darah  bertekanan  tinggi  sampai  penuh  dan hal  ini  menyebabkan  penis  menjadi ereksi.






2.        Skrotum (kantung buah pelir )


Merupakan  dua buah kantung tempat  testis disimpan  yang berada  di bawah  batang penis. Skrotum merupakan kantung berkulit tipis yang mengelilingi dan melindungi testis. Skrotum juga bertindak sebagai sistem pengontrol suhu untuk testis, karena agar sperma terbentuk secara normal, testis harus memiliki suhu yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Otot kremaster pada dinding skrotum akan mengendur atau mengencang sehinnga testis menggantung lebih jauh dari tubuh (dan suhunya menjadi lebih dingin) atau lebih dekat ke tubuh (dan suhunya menjadi lebih hangat).




Organ reproduksi dalam


1.             Testis


Lokasi testes berada pada skrotum yang memiliki lingkungan suhu lebih rendah beberapa derajat daripada suhu tubuh. Pada kasus cryptorchidism (testes yang masih ada di rongga peritoneum, tidak turun ke skrotum), lingkungan testes menjadi lebih panas yang mengakibatkan tidak dapat menghasilkan sperma yang viabilitasnya baik, karena sperma sangat sensitif terhadap suhu. Sel Leydig di testes memproduksi hormon testosteron dengan distimulasi oleh hormon LH.


Testis berjumlah 2 buah  yang berfungsi  sebagai penghasil  spematozoa  dan hormon testoteron. Untuk memproduksi  sperma diperlukan  suhu  yang sedikit  lebih rendah  dari suhu  tubuh. Karena menjelang  kelahiran  testis  turun  dari rongga  tubuh (abdomen) menuju  scrotum  melalui  canalis inguinalis. Scorotum dapat menjaga testes. Jika suhu dingin scrotum  akan mengkerut  sehingga  testis  akan lebih  hangat, dan jika  suhu  terlalu panas  scrotum  akan mengembang. Suhu  rata-rata  testes  di dalam  scrotum  2,2 derajat celcius. Di dalam testes  terdapat  saluran  halus  yang disebut  saluran  penghasil  sperma  (tubulus seminiferus)  tempat  terjadinya proses spermatogenesis. Dinding  sebelah dalam saluran  tersebut  terdiri dari jaringan epitelium dari jaringan ikat. Di jaringan epitelium terdapat;


·           Sel induk  sperma  (spermatogonium), yaitu calon sperma


·           Sel Sartoli  yang berfungsi  memberi makan pada sperma


·           Sel Leydig yang berfungsi  menghasilkan  hormon  testoteron


2.             Vas eferentia


Saluran  ini berjumlah  10-15 buah yang akan membawa spermatozoa dari testes menuju epididimis


3.             Epididimis


Berjumlah 2 buah, di dalam  scrotum kiri dan kanan. Saluran ini berfungsi  untuk  proses  pematangan spermatozoa, sehingga  dapat bergerak  dengan  flagelnya (bersifat motil), serta  memberikan  nutrisi  pada spematozoa  dalam perjalannya  menuju  vas diferentia. Saluran  epididimis   bentuknya  berkelok-kelok  rapat sekali  yang  panjangnya  20 kaki ( ± 6 meter).


4.             Vas diferentia


Berjumlah 2 buah di sebelah kiri dan kanan. Panjangnya ± 45 cm, seperempatnya berada dalam scrotum. Vas diferentia ke  luar dari  scrotum bersama-sama pembuluh  darah, pembuluh limfe  dan serabur saraf  membentruk satu  berkas  yang disebut  funiculus spermaticus (talimani), dan melalui canalis inguinalis masuk  ke rongga  tubuh (abdomen). Spermatozoa yang telah matang  mampu bergerak  2-4 mm per menit, dan sepanjang  vas eferentia  ditempuhnya dalam waktu 21 hari barulah  sampai di ampula  yang  telah matang  mampu  bergerak  2-4  mm per menit, dan  sepanjang vas eferentia  ditempuhnya  dalam waktu  21 hari barulah  sampai di amula  di dalam  ampula  yang merupakan pelebaran  dari vas  eferentia,  spermatozoa  beristirahat  serta memulihkan  tenaganya  dengan nutrisi fruktosa daan zat gisi lain yang terkandung  dalam sekrit  kelenjar vesica seminalis yang ductusnya bermuara dalam ampula.


5.             Ductus  Ejukulatus


Berjumlah 2 buah. Berfungsi untuk menyalurkan sperma  saat ejakulasi ke dalam saluran  uretra. Ke dua saluran  ini ujung  bersatu dan bermuara di uretra  tepat dibawah  kelenjar prostat.


6.             Saluran Uretra


Berjumlah 1 buah. Berfungsi untuk menyalurkan semen  dan saluran  urine. Saluran ini terletak dalam batang penis di bagain bawah  di kelilingi  oleh korpus spogiosum.






Kelenjar kelamin pria


1.             Vesicula Seminalis


Merupakan sepasang kelenjar yang terletak diantara kantong kemik dengan rectum. Masing-masing  kelenjar ini panjangnya 5 cm.  Komposisi sekrit kelenjar  ini terdiri dari fruktosa dan zat gizi lain khususnya vitamin C, Prostagladin, flavinx, fosforilkolin dan ergotionein. Prostagladin memiliki fungsi membantu mengencerkan  lendir  pekat  yang menutupi  lubang  di leher  rahim,  agar mudah  diterobos  oleh gerakan  spermatozoa, menyebabkan kontraksi  otot secara  ritmis dan  serentak  dalam vagina, uterus, serta tuba fallopi ke arah  dalam (menimbulkan  daya sedot). Keadaan  ini terjadi pada waktu  wanita mengalami  orgamus, yang mampu meningkatkan  pergerakan  spermatozoa beberapa kali  lipat.  Fibrinogen berfungsi  untuk mengumpulkan  cairan semen sehingga dapat disemprotkan  lebih jauh  pada waktu  ejakulasi. Sekrit  kelenjar  ini menyumbangkan  ± 60 % dari keseluruhan cairan semen. Sedangkan  sisanya 5 % sekrit kelenjar Litteri dan kelenjar Cowper, dan 5 % lagi disumbangkan oleh sekrit testes (berupa spermatozoa) serta sekrit epididimis.


2.             Kelenjar  Prostat


Berjumlah sebuah  yang ukurannya  4x2x3 cm terletak  dibawah  vesica urinaria (kantung kemih). Sekret  kelenjar  ini menyumbang 30 %  dari seluruh  cairan  semen. Komposisi  sekret  kelenjar  prostat  terdiri dari NaHCO3, asam fosfat, asam sitrat, kolesterol, Ca, Zn, Mg, Spermin, Inositol, Fosfolipid dan enzim. Enzim  seminim dan fibrinolisin ejakulasi di dalam  vagina wanita sehingga  spermatozoa  bebas  bergerak. Warna sekret kelenjar prostat keputihan seperti air susu, dan baunya seperti  air jeruk (asam sitrat).


3.             Kelenjar Cowperi (kelenjar Bulfouretra)


Bermuara 2 buah, terletak di kiri dan kanan  bulbo penis  serta  bermuara  di uretra. Kelenjar  ini berfungsi  menghasilkan secret seromucous (lendir agak kental) yang alkalis (NaHCO3) untuk menetralkan  asam  yang ada  dalam  saluran  uretra pria atau vagina wanita.


4.             Kelenjar litteri


Terletak pada  dinding saluran uretra, berukuran  kecil-kecil  dan menghasilkan  cairan  serous  (lendir cair) yang berfungsi  untuk melumasi gland penis  pada saat  ereksi  yang disebabkan  oleh rangsangan  yang kuat.






Spermatogenesis


Sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus yang memiliki panjang 250 cm dalam testes. Sel-sel yang berada di tubulus seminiferus berupa sel germinal dengan bermacam-macam tahap perkembangan dan sel Sertoli yang memberikan dukungan penting pada spermatogenesis. Spermatogenesis adalah proses kompleks sel germinal prmordial spermatogonia (46 kromosom) berproliferasi dan dikonversi menjadi spermatozoa motil (23 kromosom). Prosesnya memerlukan waktu 64 hari dengan 3 tahap: mitosis, meiosis, dan spermiogenesis. Spermatozoa memiliki 4 bagian, yaitu kepala, akrosom, midpiece, dan ekor. Kepala terdiri dari nukleus yang terdapat informasi genetik. Akrosom adalah vesikel pada kepala yang terdapat enzim yang digunakan untuk penetrasi sperma. Akrosom dibentuk dengan agregasi vesikel dihasilkan oleh retikulum endoplasmik/ kompleks golgi. Mobilitas spermatozoa dapat terjadi karena adanya ekor yang panjang yang tumbuh dari sentriol. Pergerakan ekor terjadi hasil dari pergerakan mikrotubul yang menggunakan energi (ATP) dari mitokondria yang berada pada bagian midpiece sperma.


Proses spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli. Fungsi penting sel Sertoli selama proses spermatogenesis antara lain:


1.        sel Sertoli membentuk tight junction sebagai barrier spermatozoa dengan darah sehingga dapat mencegah pembentukan antibodi yang dapat menyerang sel spermatozoa (dianggap sebagai zat asing karena haploid, sel tubuh bersifat diploid).


2.        memberikan makanan.


3.        sel Sertoli berfungsi untuk memfagosit sitoplasma dari spermatid yang berubah menjadi spermatozoa dan menghancurkan sel germinal yang rusak.


4.        sel Sertoli membentuk lumen cairan tubulus seminiferus sehingga sperma dapat dilepaskan dari tubulus ke epididimis untuk disimpan dan diproses lebih lanjut.


5.        sel Sertoli mensekresi androgen-binding protein (ABP). ABP berfungsi untuk mempertahankan testosteron tetap berada dalam tubulus seminiferus, karena testosteron berupa lipid yang mudah keluar dari membran plasma dan meninggalkan lumen.


6.        menghasilkan hormon inhibin sebagai umpan balik negatif yang mengontrol sekresi FSH.


Meskipun testosteron merupakan hormon pada pria dan estrogen merupakan hormon pada wanita, namun ditemukan sejumlah kecil estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Sejumlah kecil testosteron dikonversi menjadi estrogen di testes oleh enzim aromatase, yang terdistribusi dalam saluran reproduksi. Estrogen juga berada pada jaringan adiposa. Reseptor estrogen diidentifikasi berada di testes, prostat, tulang, dan bagian lain pada pria. Penelitian terbaru membuktikan bahwa estrogen berperan penting dalam spermatogenesis, berkontribusi pada seksualitas normal, dan homeostasis tulang. Mekanisme kerja estrogen belum banyak terungkap. Demikian juga pada wanita, terdapat hormon DHEA (androgen lemah) yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Selain itu, sejumlah kecil testosteron dihasilkan pada ovarium wanita.


Prostaglandin pertama kali diidentifikasi berada di semen. Produksi dan aktifitasnya tidak hanya terdapat di sistem reproduksi. Protaglandin berbentuk derivat 20 karbon asam lemak. Mereka dihasilkan pada semua jaringan dari asam arakhidonat, suatu asam lemak bagian phospholipid dalam membran plasma. Derivat asam arakhidonat yang lain yang termasuk kategori prostaglandin antara lain: prostacyclins, thromboxanes, dan leukotriens. Prostaglandin didesain membentuk 3 kelompok: PGA, PGE, dan PGF dengan struktur yang bervariasi pada cincin 5 karbon pada bagian akhir. Pada sistem reproduksi, prostaglandin berfungsi untuk meningkatkan trasnsport sperma dengan aktifitasnya pada otot polos saluran reproduksi pria dan wanita, berperan pada menstruasi, ovulasi, berkontribusi pada persiapan bagian plasenta ibu, dan berkontribusi pada saat melahirkan (partus).






B.                 Hormon pada Sistem Reproduksi Pria


Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, yaitu testoteron, LH (Luteinizing Hormone), FSH (Follicle Stimulating Hormone), estrogen dan hormon pertumbuhan.


1.             Testoteron


Testoteron disekresi oleh sel-sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel-sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder.


Testosteron adalah zat androgen utama yang disintesis dalam testis, ovarium, dan anak ginjal. Testosteron (C19H28O2) adalah molekul yang dibentuk dari atom-atom karbon, hidrogen dan oksigen. Testosteron adalah hormon steroid dari kelompok androgen. Penghasil utamanya adalah testis pada jantan dan indung telur pada wanita. Sel-sel Leydig dari testis distimulasi oleh LH untuk menghasilkan testosteron sbanyak 2,5-11 mg sehari. Produksi testosteron mencapai puncaknya sekitar usia 25 tahun, lalu menurun drastic pada usia 40 tahun . DHEA (dehidro-epi-androsteron) dan androstendion merupakan prekursor testosteron yang dibentuk oleh anak ginjal.


Testosteron dihasilkan oleh hormon LH yang dilepaskan kelenjar pituitari. Tetapi, hormon LH dikendalikan oleh testosteron sebagaimana testosteron dikendalikan oleh LH. Saat jumlahnya di dalam darah meningkat, molekul testosteron melakukan tekanan pada kelenjar pituitari yang menyebabkan kelenjar itu menghentikan produksi LH. Hanya ketika jumlah testosteron menurun produksi LH dimulai lagi. LH yang dihasilkan mengaktifkan zakar dan memerintahkan produksi tambahan agar menaikkan jumlah testosteron.


Testosteron memiliki sejumlah khasiat fisiologi yang penting sebagai berikut :


1. efek virilisasi. Testosteron bertanggung jawab atas ciri kelamin pria primer dan sekunder serta memegang peranan penting dalam spermatogenesis. Hormon ini juga berperan dalam mempenagruhi hasrat seks (libido) dan daya ereksi (potensi).


2.   efek anabol. Testosteron membnatu meningkatkan pembentukan protein dan pertumbuhan sel-sel otot.


3.    efek tulang. Pada anak laki-laki, selama pubertas produksi terstosteron meningkat dengan kuat yang mengakibatkan mereka tumbuh lebih panjang dalam beberapa waktu.


Fungsi hormon testosteron antara lain:


·           sebelum lahir:


maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna


meningkatkan turunnya testes ke skrotum


·           pada jaringan seks spesifik:


meningkatkan pertumbuhan dan maturasi sistem reproduksi pada saat puber


penting untuk spermatogenesis


mempertahankan saluran reproduksi remaja seluruhnya


·           bagian reproduksi lain:


mengontrol perkembangan seks pada pubertas


mengontrol sekresi hormon gonadotropin.


·           dampak pada karakteristik seksual sekunder:


menginduksi pola pertumbuhan rambut pria (seperti: jenggot)


menyebabkan suara menjadi lebih dalam karena mengecilnya tali vokal


meningkatkan pertumbuhan otot yang bertanggung jawab pada konfigurasi tubuh pria


·           pada organ non reproduksi:


menghasilkan efek anabolik protein


meningkatkan pertumbuhan tulang pada pubertas dan kemudian menutup lempeng epifisis


menginduksi perilaku agresif.


2.             LH (Luteinizing Hormone)


LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi sel-sel Leydig untuk mensekresi testoteron.


3.             FSH (Follicle Stimulating Hormone)


FSH juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma (spermiasi) tidak akan terjadi.


4.             Estrogen


Estrogen dibentuk oleh sel-sel sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testoteron dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma.


5.             Hormon Pertumbuhan


Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis.


6.             DHEA


Disekresi dari retikularis kelenjar adrenal. Sinyal pensekresi berupa ACTH. Dehidroepiandrosteron mempunyai bebrapa fungsi yaitu dalam berbagai efek protektif, merupakan androgen lemah, dapat dikonversi menjadi estreogen, menghambat enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6-PDH), dan juga mengatur koenzim NAD+.




7.             17-estradiol


Disekresi dari folikel ovarium, korpus luteum (sel sertoli). Sinyal pensekresi berupa FSH. Estradiol berfungsi pada wanita untuk mengatur sekresi gonadotropin pada siklus ovarian dan pada laki-laki untuk umpan balik negatif pada sintesis testesteron oleh sel Leydig.


Penentuan Jenis Kelamin Anak Hasil Fertilisasi


Pembentukan jenis kelamin anak hasil fertilisasi tergantung ada atau tidak adanya determinan maskulin selama periode kritis perkembangan embrio. Perbedaan terbentuknya anak dengan jenis kelamin pria atau wanita dapat terjadi setelah melalui 3 tahap, yaitu tahap genetik, gonad, dan fenotip (anatomi) seks. Tahap genetik tergantung kombinasi genetik pada tahap konsepsi. Jika sperma yang membawa kromosom Y bertemu dengan oosit, terbentuklah anak laki-laki, sedangkan jika sperma yang membawa kromosom X yang bertemu dengan oosit, maka yang terbentuk anak perempuan. Selanjutnya tahap gonad, yaitu perkembangan testes atau ovarium. Selama bulan pertama gestasi, semua embrio berpotensi untuk menjadi pria atau wanita, karena perkembangan jaringan reproduksi keduanya identik dan tidak berbeda. Penampakan khusus gonad terlihat selama usia 7 minggu di dalam uterus, ketika jaringan gonad pria membentuk testes di bawah pengaruh sex-determining region kromosom Y (SRY), sebuah gen yang bertanggung jawab pada seks determination. SRY menstimulasi produksi antigen H-Y oleh sel kelenjar primitif. Antigen H-Y adalah protein membran plasma spesifik yang ditemukan hanya pada pria yang secara langsung membentuk testes dari gonad. Pada wanita tidak terdapat SRY, sehingga tidak ada antigen H-Y, sehingga jaringan gonad baru mulai berkembang setelah 9 minggu kehamilan membentuk ovarium.


Tahap fenotip tergantung pada tahap genetik dan gonad. Diferensiasi membentuk sistem reproduksi pria diinduksi oleh androgen, hormon maskulin yang disekresi oleh testes. Usia 10-12 minggu kehamilan, jenis kelamin secara mudah dapa dibedakan secara anatomi pada genitalia eksternal.


Meskipun perkembangan genitalia eksterna pria dan wanita tidak berbeda pada jaringan embrio, tetapi tidak pada saluran reproduksi. Dua sistem duktus primitif, yaitu duktus Wolffian dan Mullerian menentukan terbentuknya pria atau wanita. Pada pria duktus Wolffian berkembang dan duktus Mullerian berdegenerasi, sedangkan pada wanita duktus Mullerian yang berkembang dan duktus Wolffian berdegenerasi. Perkembangannya tergantung ada atau tidak adanya dua hormon yang diproduksi oleh testes fetus yaitu testosteron dan Mullerian-inhibiting factor. Testosteron mengiduksi duktus Wolffian menjadi saluran reproduksi pria (epididimis, duktus deference, duktus ejakulatorius, dan vesika seminalis). Testosteron diubah menjadi dihydrotestosteron (DHT) yang bertanggung jawab membentuk penis dan skrotum. Pada wanita, duktus Mullerian berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduct, uterus, dan vagina), dan genitalia eksterna membentuk klitoris dan labia.


Kadang-kadang terjadi ketidakcocokan antara genetik seks dengan penampakan seks setelah pubertas yang menghasilkan dampak psikologis traumatik gender krisis identitas. Contoh: Maskulinisasi genetik wanita dengan ovarium, tetapi memiliki genitalia eksterna pria, yang pada masa pubernya terjadi pembesaran payudara. Dengan demikian penting sekali diagnosis jenis kelamin pada bayi baru lahir.


                                         


C.                Kesehatan Reproduksi Pria


Kesehatan reproduksi  secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem. Dengan pengetahuan  yang cukup tentang kesehatan reproduksi, diharapkan remaja  dapat memiliki sikap dan tingkah laku  yang bertanggung mengenai  proses  reproduksi pada dirinya


Pengetahuan dasar  yang harus  dimiliki  agar seseorang, khususnya remaja  memiliki kesehatan  reproduksi  adalah ;


1.  mengenal sistem, proses dan fungsi organ reproduksi


2.  bahaya narkoba dan miras  pada kesehatan reproduksi


3.  penyakit menular  seksual/HIV


4.  perlu mendewasakan usia perkawinan, merencanakan  dan mengatur  kehamilan


5.  memperkuat keyakinan dan kepercayaan  pada ajaran agama serta terbuka  dalam hal berkomunikasi dalam masalah kesehatan  reproduksi.




Andrologi  Klinik


            Andrologi Klinik adalah proses pemeriksaan  dalam labolatorium untuk mengetahu seorang  proa dalam keadaan fertil atau steril yang dilakukan dengan  menyelidiki cairan semen. Semen  yang dikeluarkan  pria pada waktu ejakulasi  terdiri  atas spermatozoa  dan plasma semen.


            Plasma semen  merupakan gabungan sekrit  beberapa  kelenjar epididimis, vas diferentia. Vesica seminalis, kelenjar prostat, kelenjar cowper dan kelenjar  listteri. Plasma  ini penting artinya dalam menentukan semen  pria yang  sufertil (kurang subur).


            Spermatozoa manusia panjangnya sekitar 50 mikron, terdiri  atas kepala, leher dan ekor (flagelum). Bentuk kepala lonjong  dan mengandung inti, ujungnya  mengandung  (corona penetraling Enzyme). Semua enzim tersebut berguna  dalam penetrasi spermatozoa  ke dalam sel telur. Bagian tengah/leher terdapat  mitokondria tempat berlangsungnya aksodasi sel untuk membentuk energi sehingga sperma  dapat bergerak  aktif. Sedangkan  ekor sebagai alat gerak sperma agar mencapai ovum.


Analisis semen yang normal  biasanya  mempunyai komposisi  sebagai berikut:


1.      volume semen  sekali ejakulasi                        : 2-5 ml


2.      konsentrasi  sel spermatozoa                           : 20 Juta/ml


3.      jumlah sel spermatozoa                                   : 50-400 juta per ejakulasi


4.      persentase sel spermatozoa motil                    : 50 %


5.      persentase bentuk  sel  spermatozoa yang       : 60 %


Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan terhadap hal-hal lain untuk menentukan fertilasi seorang pria  sebagai berikut:


1.      keadaan  penis  harus dapat  berereksi secara penuh


2.     keadaan konsentrasi hormon  testoren harus normal, sebab libido seksualitas  pria terhadap  wanita ditentukan oleh hormon  ini


3.      tidak menderita penyakit kelamin


4.      pada ejakulasi  ereksi minimal 5 cm dari ujung penis.




Andropause pada pria


Male menopause atau late-onset hypogonadism dialami 2% pria setengah baya. Pria yang mengalami menopause biasanya mempunyai kadar testosteron rendah yang dikaitkan dengan ereksi pagi yang buruk, gairah seks rendah dan disfungsi ereksi.


Hormon testosteron pria menurun sekitar 1-15 % per tahun, dimulai pada usia 45 tahun. Meski menopause pada pria bisa terjadi, menopause pada pria bisa dibilang langka. Kadar testosteron rendah ini juga terkait dengan simptom lain seperti depresi, lelah, dan tak bisa berhubungan intim. Selain itu juga terdapat simptom yang tidak terkait dengan testosteron rendah. Simptom antara lain terdiri dari gangguan pola tidur, konsentrasi buruk, merasa tidak berharga dan merasa sangat cemas.


Namun jangan salah mengistilahkan male menopause, karena artinya bisa menyesatkan, menganggap bahwa semua pria akan mengalaminya. Penurunan testosteron pada pria tua benar-benar alamiah dan proses normal yang akan dialami pria ketika menua.




1.     Penyebab menopause pada pria / andropause adalah :


a.    Faktor lingkungan. Bisa berupa pencemaran/ polusi lingkungan, pengaruh bahan kimia (termasuk bahan pengawet makanan, limbah), kurang tersedianya air bersih, suasana lingkungan, kebisingan, ketidaknyamanan tempat tinggal, diet, dan pola makan.


b.    Faktor organik. Perubahan hormon, seperti testosteron, DHEA (dehydroepiandrosteron), DHEA-S (Dehydroepiandrosteron Sulfat), melatonin, GH (Growth Hormone), IGF-1 (Insulin-like Growth Factor-1), prolaktin.


c.    Faktor psikogenik. Misalnya: stres psikis dan fisik, pensiun, tujuan hidup yang tak realistis, penolakan terhadap kemunduran tubuh, kemampuan berpikir, disertai perasaan takut (takut: tua, ditinggalkan istri, pendapatan berkurang, sakit, mati).


d.    Terlalu banyak lemak meningkatkan kadar estrogen yang menurunkan kadar testosteron, sebagai hasilnya hubungan seksual Anda akan menderita kinerja rendah dan dorongan seks dan libido berkurang.


2.    Gejala pria yang akan mengalami menopause adalah:


a.    Produksi testosteron melemah


Produksi testosteron semakin melemah seiring dengan berbagai penyakit yang menemani masa andropause pada pria. Penyakit seperti depresi, obesitas, atau kondisi lain mempengaruhi produksi testosteron. Bedanya, saat menopause wanita kehilangan hormon estrogen secara total, dan kesempatan mendapati anak mulai berkurang. Andropause pada pria tidak lantas berarti produksi testosteron berhenti total. Meski menunjukkan gejala endropause, saat usia semakin menua pria masih bisa memiliki anak.


b.    Tubuh panas dingin


Sama seperti gejala pada wanita, pria juga mengalami panas-dingin. Tubuh panas dan berkeringat secara esktrem, lalu mulai dingin. Gejala ini diikuti dengan pusing dan mual. Gejala seperti ini hanya bertahan beberapa menit, dan terjadi dalam 2 hingga 4 jam.


c.    Perubahan mood


Perubahan mood merupakan hasil dari fluktuasi pada hormon saat menopause. Hormon mempengaruhi level serotonin dalam otak, yang kemudian mempengaruhi mood. Mood akan positif dengan jumlah serotonin yang tinggi, dan menjadi negatif jika levelnya sedikit. Perubahan mood pada pria memang tidak terlalu intens seperti pada wanita. Meski begitu, mood pada pria bisa terlihat berubah saat merespons kondisi tertentu. Bahkan gejala seperti ini jika bertahan lama akan menjadi depresi.


d.    Mudah lupa


Kemampuan konsentrasi dan mengingat akan berkurang saat pria memasuki masa andropause, meskipun tidak ada hubungan yang jelas antara tingkat hormon dengan penurunan memori.


Kombinasi gejala panas-dingin, perubahan mood, penurunan libido dan berat badan, merupakan gejala andropause yang mengarah kepada stres dan penurunan kemampuan mentalitas. Cepat lupa, misalnya, namun ini juga terkait dengan usia. Namun hanya karena lupa menyimpan kunci, misalnya, bukan berarti lantas dikatakan andropause.


e.    Gairah seks menurun


Gejala paling umum dari andropause adalah penurunan libido. Hampir 80 persen pria mengalami gejala ini. Perawatan medis bisa mengatasi disfungsi ereksi yang disebabkan andropause ini.


                                  


Penyakit pada organ reproduksi pria


a.    Hipogonadisme, merupakan penurunan fungsi testis yang disebabkan oleh gangguan interaksi hormon, seperti hormon androgen dan estrogen. Gangguan ini menyebabkan infertilitas, impotensi, dan tidak adanya tanda-tanda kepriaan. Penanganannya dapat dilakukan dengan terapi hormon.


b.    Kriptorkidisme, merupakan kegagalan dari satu atau kedua testis untuk turun dari rongga abdomen ke dalam scrotum pada waktu bayi. Penangannya dapat dilakukan dengan pemberian hormon human chorionic gonadotropin untuk merangsang testoteron.


c.    Uretritis, peradangan uretra dengan gejala rasa gatal pada penis dan sering buang air kecil. Penyebabnya adalah Chlamydia trachomatis,  Ureplasma urealyticum, atau virus herpes.


d.   Prostatitis, merupakan peradangan prostat. Penyebabnya adalah bakteri Escherichia coliataupun bukan bakteri.


e.    Epididimitis, merupakan infeksi yang sering terjadi pada saluran reproduksi pria. Penyebabnya adalah E. coli dan Chlamydia.


f.     Anorkidisme adalah penyakit dimana testis hanya bejumlah satu atau tidak ada sama sekali.


g.    Hyperthropic prostat adalah pembesaran kelenjar prostat yang biasanya terjadi pada usia-usia lebih dari 50 tahun. Penyebabnya belum jelas diketahui.


h.    Hernia inguinalis merupakan protusi/penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan.


i.      Kanker testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum (kantung zakar).


j.      Impotensi yaitu ketidakmampuan ereksi ataupun mempertahankan ereksi penis pada pada hubungan kelamin yang normal.


k.    Infertilitas (kemandulan) Yaitu ketidakmampuan menghasilkan ketururan. Infertilitas dapat disebabkan faktor di pihak pria maupun pihak wanita. Pada pria infertilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan mengfertilisasi ovum. Hal ini dapat disebabkan oleh:


Ø Gangguan spermatogenesis, misalnya karena testis terkena sinar radio aktif, terkena racun, infeksi, atau gangguan hormon


Ø Tersumbatnya saluran sperma


Ø Jumlah sperma yang disalurkan terlalu sedikit


l.      Orkitis, merupakan peradangan pada testis yang disebabkan oleh virus parotitis. Jika terjadi pada pria dewasa dapat menyebabkan infertilitas. Kelainan ini dialami oleh laki-laki, yaitu suatu keadaan penis yang tidak dapat melakukanereksi (tegang), sehingga sulit untuk melakukan kopulasi (fertilisasi). Biasanya impotensi disebabkan oleh faktor hormonal, yaitu terhambatnya fungsi hormon reproduksi, bisa juga disebabkan oleh faktor  psikologis atau emosional seseorang.


m.  Gonorhoe (kencing nanah) Penyakit gonorhoe adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Penyakit kelamin ini bisa menular melalui seks bebas. Gejalanya adalah keluar cairan berwarna putih, rasa nyeri pada saat buang air kecil, pada pria mulut uretra bengkak dan agak merah.


n.    Sifilis (Raja singa) Penyakit sifilis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Penyakit ini menular melalui hubungan seksual. Gejala yang timbul adalah luka pada kemaluan, bintik atau bercak merah di tubuh, kelainan saraf, jantung, pembuluh saraf, dan kulit.


o.    Kanker Prostat Kanker prostat adalah kanker yang menyerang kelenjar prostat pada pria. Kanker ini menyebabkan sel-sel dalam kelenjar prostat tumbuh abnormal dan tidak terkendali. Kanker prostat biasanya menyerang pria usia 60 tahun ke atas.


p.    Herpes merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus herpes. Gejalanya tidak tampak secara langsung. Umumnya, ditandai dengan timbulnya bintik-bintik merah, rasa sakit ketika urinasi, clan (buang air kecil) gatal-gatal di sekitar alai kelamin. Lama-kelamaan, penyakit ini dapat membuat kelelahan pada otot dan menyerang jaringan saraf pusat.


q.    HIV/AIDS Tentu Anda sudah tidak asing lagi dengan penyakit AIDS. Banyak orang menghubungkan penyakit AIDS dengan kondisi tubuh yang menjadi kurus dan bercak-bercak merah, padahal hal tersebut belum tentu benar, penyakit AIDS hanya dapat menyebar melalui kontak cairan tubuh secara langsung, seperti transfusi darah dan hubungan seksual. AIDS akan menyerang sistem kekebalan tubuhsehingga dalam waktu yang lama, penderita tidak memiliki sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, penderita dapat terbunuh oleh infeksi penyakit ringan, seperti flu atau tifus.




Pencegahan untuk mencegah penyakit pada reproduksi pria


Sistem reproduksi pria juga perlu dijaga untuk mencegah infertilitas (ketidaksuburan). Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan pada sistem reproduksi pria adalah sebagai berikut:


1.    melakukan pemeriksaan organ reproduksi secara rutin agar kelainan dapat segera ditangani lebih awal.


2.    melindungi testis selama beraktifitas, misalnya dengan tidak menggunakan pakaian teralu ketat sehingga testis tidak kepanasan.


3.    mengurangi kebiasaan mandi dengan air panas. Temperatur yang sejuk diperlukan untuk perkembangan sperma.


4.    menjalankan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi makanan bergizi, cukup olahraga, menghindari penyakit menular seksual, dan menciptakan ketenangan psikis.


5.    menghindari minuman berakohol dan rokok.




BAB III


PENUTUP




Kesimpulan


Sistem reproduksi pria terdiri dari organ reproduksi luar dan reproduksi dalam. Organ reproduksi luar terdiri dari penis (zakar) dan skrotum. Organ reproduksi dalam terdiri dari testis, vas eferentia, epididimis, vas diferentia, ductus ejaculatorius, dan saluran uretra. Kelenjar pada reproduksi pria antara lain vesicula seminalis, kelenjar prostat, kelenjar cowperi, dan kelenjar litteri. Hormon pada reproduksi pria yakni testeron, LH, FSH, estrogen, hormon pertumbuhan, DHEA, dan 17-estradiol. Gangguan penyakit yang dapat menyerang sistem reproduksi pria antara lain Hipogonadisme, Kriptorkidisme, Uretritis, Prostatitis, Epididimitis, Anorkidisme, Hyperthropic prostat, Hernia inguinalis, Kanker testis, Impotensi, Infertilitas (kemandulan), Orkitis, Sifilis (Raja Singa), Gonorhoe (kencing nanah) , Kanker Prostat , Herpes, HIV/AIDS


Saran


Pengetahuan mengenai seks & seksualitas hendaknya dimiliki oleh semua orang. Dengan pengetahuan yang dimiliki diharapkan orang tersebut akan dapat menjaga alat reproduksinya untuk tidak digunakan secara bebas tanpa mengatahui dampaknya, Pengetahuan yang diberikan harus mudah dipahami, tepat sasaran, dan tidak menyesatkan. Dengan demikian orang tersebut akan dapat menghadapi rangsangan dari luar dengan cara yang sehat, matang dan bertanggung jawab.






DAFTAR PUSTAKA




Harper, Rodwell, Mayes, 1977, Review of Physiological Chemistry www.organreproduksipria.com http://www.organ+reproduksi.com http://organreproduksipadapria.com


Kadaryanto et al. 2006.20. Biologi 2. Yudhistira, Jakarta


Saktiyono. 2004. 86-93, 96, 98.Sains : Biologi SMP 3. Esis-Penerbit Erlangga, Jakarta.


Tim IPA SMP/MTs. 2007.14. Ilmu Pengetahuan Alam 3. 15-18. Galaxy Puspa Mega, Jakarta.


Tim Biologi SMU.1997. 320,339-344, 348,349, 354-359. Biologi 2. Galaxy Puspa Mega. Jakarta.